Jumat, 27 September 2013

Narrative Text_Bear and Rabbit

Bear and Rabbit


Here is a story for you enjoy. Listen !
Once upon a time there lived as neighbors, a bear and a rabbit. The rabbit was a good shot and the bear, being very clumsy,could not use an arrow to a good advantage.
The bear was very unkind to the rabbit. Every morning, the bear would call over to the rabbit and ask the rabbit to take his bow and arrows and come with the bear to the other side of the hill.
The rabbit, fearing to arouse the bear’s anger by refusing, consented and went with the bear. The rabbit shot enough buffalo to satisfy the bear’s family. Indeed, he shot and killed so many that there was still lots of meat left after the bear and his family had loaded themselves and packed all they could carry home.
However, the bear was so greedy and evil that he didn’t allow the rabbit to get any of the meat. The poor rabbit could not even taste the blood from the butchering, as the bear would throw earth on the blood and dry it up. The poor rabbit would have to go home hungry after his hard day’s work.
The bear was the father of five children. The youngest boy was very kind to the rabbit. Knowing that the youngest boy was a very hearty eater, the mother bear always gave him an extra largepiece of meat. Instead of eating this extra meat, the youngest bear would take the meat outside and pretend to play ball with it, kicking it toward the rabbit’s house, and when he got close to the door he would give the meat such a great kick that it would fly into the rabbit’s house. In this way the poor rabbit would get his meal unknown to the papa bear.

(Adapted from : www.narrative.com)

Aku dan Cita-cita



Aku dan cita-citaku


Apakah anda sudah punya cita-cita? Pasti kalian semua punya impian, tahu apa cita-cita kalian. Kelak kalian mau jadi apa ? atau apalah itu. Pasti tahu kan?
Tapi aku, aku tak tahu. Tak ada . tak pernah terfikirkan mau jadi apa aku. Dulu waktu kecil aku selalu menjawab ingin jadi guru, tapi kini sudah tidak lagi. Entah kenapa, tapi sekarang sepertinya aku sudah tidak begitu tertarik menjadi seorang guru.  Aku tak tahu apa yang ku inginkan. Aku tak tahu cita-citaku. Ini benar-benar terjadi padaku.  Susah memang..

Seringkali orang-orang bertanya, apa cita-citamu? Aku sedih ketika mereka bertanya tentang itu.  Aku tak bisa menjawab soal yang satu ini. pertanyaan ini hampir sama susahnya kayak soal kimia atau soal ujian lainnya. Malah menurutku  jauh lebih susah ketimbang itu semua. seringkali aku kecewa pada diriku sendiri. Masa aku tak bisa menjawab pertanyaaan seperti itu, anak kecil saja bisa dengan mudah menjawabnya. Tapi ini bedaa. Entahlah apa bedanya aku sama anak kecil hahaa. Ya bedalah. Apa Cita cita yang dilontarkan pada masa kecil itu akan menjadi kenyataan? Tidak semua. Bahkan cita-cita itu terkadang tidak sama dengan kemampuan kita sehingga putus di tengah jalan. Jadi intinya anak kecil memang jauh lebih mudah menjawab tentang cita-cita mereka. Karena mungkin  anak-anak itu hanya sekedar menjawab. Hanya mengucapkan apa yang terlintas di pikiran mereka saat itu saja. Wajar dan natural karena mereka masih kecil. Tapi coba saja beberapa tahun lagi tanyakan pertanyaan yang sama pada mereka. Apakah mereka masih bisa menjawabnya dengan semudah waktu itu atau tidak.

Sempet juga gara-gara kebingungan waktu disuruh nulis tentang cita-cita, aku sampai nyari cita-cita di internet wkwk. Lucu ya?
Aku sangat depresi kalau ditanya tentang cita-cita. Waktu itu aku browsing nyari cita-cita lama banget. Dan alhasil aku nggak dapat apa-apa. Aku bingung mau pilih cita-cita apa. Ternyata nyari cita-cita di internet itu susah ya? Lebih gampang nyari spongebob si kuning kotak wkwk. Apa coba?

Cita-cita menjadi salah satu yang menakutkan bagi beberapa orang, termasuk aku wkwk. Banyak keraguan dan ketidaktahuan akan hal ini. Banyak sekali remaja seperti saya(mungkin) sekarang yang sedang  galau tingkat planet pluto gara-gara mikirin masa depannya, ketika ada yang nanya "besok mau jadi apa? Mau kuliah dimana? Mau kerja apa? malah ragu sendiri ngejawabnya. Akhirnya kebingungan nyari jawaban dan tidak bisa menjawab pertanyaan, karena tak ada contekan :D  (emang ujian apa ?)

Mulai sekarang, bagi kalian yang belum punya cita-cita seperti saya,  tanamkan tekad besar untuk meraih apa yang kita inginkan dengan proses yang benar. Segala hasil akhir itu ditentukan oleh prosesnya. Apapun itu pasti butuh proses. Jadi bersabarlah jika apa yang kalian inginkan belum tercapai. Ingat, dunia ini hanya milik mereka yang selalu berusaha dan berdoa. Terus bercita-citalah yang tinggi, bermimpilah selagi anda masih punya kesempatan, jangan lupa bangun dan buatlah impianmu menjadi kenyataan.

Jangan seperti saya. Sekali lagi saya ingatkan jangan pernah ikuti jejak saya yang bingung akan cita-cita sendiri J.
Saya hanya ingin hidup sukses. Sukses yang bagaimana? Yah, itu yang tau hanya diri saya sendiri. Karena menurut saya sukses itu relative. Siapa saja bisa dikatakan sukses dan sukses itu tergantung dari pendapat masing-masing orang. Yang terpenting kelak keberadaan saya  tidak menyusahkan orang lain. Saya ingin bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar saya. Tidak tahu itu semacam cita-cita apa. Itulah cita-citaku. Wkowkowkk  <ketawa ala mr.dd>



Jumat, 06 September 2013

Narrative Text _HALLOWEEN

HALLOWEEN

Many of the ancient people of Europe marked the end of the harvest season and the beginning of winter by celebrating a holiday in late autumn. The most important of these holidays that influence later Halloween customs was Samhain, a holiday observed by the ancient Celts, a tribal people who inhabited most of Western and Central Europe in the first millenium BC. Among the Celts, Samhain marked the end of one year and the beginning of the next. It was one of four Celtic holidays linked to important transitions in the annual cycle of seasons.
Samhain began at sundown on October 31 and extended into the following day. According to the Celtic pagan religion, known as Druidism, the spirit of those who had died in the preceding year roamed the earth on Samhain evening. The Celts sought to ward off these spirits with offerings of food and drink. The Celts also built bonfires at scared hilltop sites and performed rituals, often involving human and animal sacrifices, to honor Druid deities.
In Britain, Romans blended local Samhain custom with their own pagan harvest festival honoring Pamona, goddess of fruit trees. Some scholars have suggested that the game of bobbing for apples derives from this Roman association of the holiday with fruit.
In British folklore, small magical being known as fairies became associated with Halloween mischief. The jack-o’—lantern, originally carved from a large turnip rather than a pumpkin, originated in medieval Scotland. Various methods of predicting the future, especially concerning matters of romance and marriage, were also prominent features of Halloween throughout the British Isles.
Between the 15th and 17th centuries, Europe was seized by a hysterical fear of witches, leading to the persecution of thousands of innocent women. Witches were thought to ride flying brooms and to assume the form of black cats. These images of witches soon joined other European superstitions as symbols of Halloween.

(Taken from: Encarta Reference Library, 2005)