Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku,
adikku, dan Ibu
dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan
makan,
tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan
yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan
kasih
sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap
budi sekali pun. Dan
lihatlah, aku membalas itu semua dengan
membiarkan mekar perasaan ini.
ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat
keluarga kami. Tak pantas.
Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau
entahlah itu muncul
tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih
dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak
pernah menganggapku lebih
dari seorang adik yang tidak tahu diri,
biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi
seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah
membenci angin
harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Tere-Liye
0 komentar:
Posting Komentar